Mata coklat yang menusuk itu,
mengingatkanku kepadanya. Kulit pucat itu, bagaikan kerangka yang menguciku
dalam kebingungan, kepahitan, ketidak pastian, kemarahan, dan cinta yang
memilukan. Bibir merah itu, mengingatkanku pada mawar berdarah, indah namun berbahaya.
Tubuh bak mannequin itu, mewakili setiap hasrat manusia. Kecerdasannya, seakan
menghipnotis setiap pendengar kata-katanya. Pembawaannya terlalu lembut. Memikat
semua makhluk di sekitarnya. Maksud hati ingin menggapai namun tak tercapai. Salahkah
hati pernah mengharap?
Melihatmu adalah anugerah. Mengenalmu
adalah kebahagiaan. Memilikimu menjadi salah satu tujuan hidupku. Kenyataannya,
takdir tak pernah berpihak. Waktu terlalu cepat berlalu. Andai aku bisa,
mungkin aku akan meminta untuk dilahirkan lebih awal atau bahkan tidak sama
sekali. Andai aku bisa, aku akan membuatmu melihatku bukan sebagai aku yang
sekarang. Andai aku bisa, aku akan membuatmu mencintaiku tanpa melirik yang
lain. Andai aku bisa, aku akan memutar waktu untuk bisa bersamamu, menjadi sama
sepertimu, menjadi pantas untuk kau mikiki.
Tapi? takdir benar benar tidak pernah
berpihak. Kau telah hidup untuk ribuan tahun. Sedangkan aku, bayi yang baru
lahir. Bukan dengan kesucian, melainkan dengan kepastian buruknya nasib. Lelah,
tak dapat menyerah, hanya bisa pasrah.